Menteri Agama: Peringatan 1 Muharram Jadi Panggung Aksi Sosial dan Seruan Perdamaian Dunia
Ilmu Tak Lagi Dikotomis, Pesantren Disiapkan Jadi Laboratorium Masa Depan

majelistabligh.id
nidaulquran.id-Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Prof. Abdul Mu’ti, menegaskan pentingnya integrasi keilmuan di lingkungan pesantren sebagai kunci menghadapi tantangan global yang semakin kompleks. Dalam orasinya di International Conference on the Transformation of Pesantren (ICTP) yang digelar DPP PKB pada Selasa, 24 Juni 2025, ia menyoroti perlunya transformasi paradigma pendidikan Islam dari pendekatan dikotomis menuju pendekatan multidisipliner yang holistik.
Menurut Mu’ti, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi—khususnya dalam bidang Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM)—merupakan bekal utama santri untuk berkontribusi dalam kemajuan zaman. Ia menyebut bahwa pendidikan pesantren harus mulai membangun basis pengajaran sains yang menyenangkan dan kontekstual, termasuk pelatihan guru agar dapat mengajarkan matematika dan sains dengan cara yang lebih menarik dan aplikatif.
Mengutip dari muhammadiyah.or.id, integrasi STEM di pesantren bukan sekadar bentuk adaptasi terhadap kebutuhan pasar global, melainkan juga merupakan strategi untuk melahirkan ulama dan ilmuwan Muslim baru, yang mampu menelurkan pemikiran dan solusi berbasis nilai-nilai Islam. “Dari pesantren kita harapkan lahir kembali sosok seperti Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd,” ujarnya, menggarisbawahi potensi besar lembaga pendidikan keagamaan dalam membentuk peradaban baru.
Mu’ti menekankan bahwa semua cabang ilmu, baik keagamaan maupun eksakta, pada hakikatnya bersumber dari Allah SWT. Oleh karena itu, integrasi ilmu bukanlah bentuk sekularisasi, melainkan pendekatan tauhid yang memadukan wahyu dengan realitas. “Sains yang bersumber dari ayat-ayat Allah, baik yang tersurat dalam Al-Qur’an maupun yang tersirat di alam semesta, harus diterapkan dengan hati yang jernih,” tegasnya.
Dengan pendekatan ini, pesantren diharapkan dapat menjadi laboratorium peradaban yang mampu menjawab persoalan kontemporer, baik sosial, ekonomi, maupun ekologis. Dalam konteks keagamaan, integrasi ini berpotensi melahirkan produk fikih baru yang solutif dan kontekstual terhadap dinamika zaman.
Lebih lanjut, Guru Besar Pendidikan Islam ini menilai bahwa pesantren sudah memiliki landasan tradisi intelektual yang kuat untuk masuk ke dalam ruang-ruang keilmuan modern. “Pesantren memiliki warisan keilmuan yang dapat menjadi pijakan untuk menyusun sintesis antara sains modern dan spiritualitas Islam,” ucap Mu’ti.
Oleh karena itu, ia mendorong pesantren dan lembaga pendidikan Islam agar berani membuka diri terhadap ilmu pengetahuan global. Transformasi ini, kata Mu’ti, tidak sekadar tentang penguasaan teknologi, tetapi juga tentang membangun peradaban Islam yang utuh—berakar pada nilai, terbuka terhadap perubahan, dan berorientasi pada kemaslahatan umat.