Internalisasi Adab Sebelum Ilmu
NidaulQuran.id | Maraknya kejahatan di media sosial; persekusi, ujaran kebencian, berita hoaks, dan saling menghujat satu sama lain, diakibatkan karena kurangnya adab. Tentu ini harus menjadi perhatian serius bagi semua pihak, khususnya di dunia pendidikan sebagai pencetak generasi masa depan.
Berikut ini petikan wawancara redaksi Majalah Nidaul Qur’an dengan Pengasuh PPTQ Ibnu Abbas Klaten, Ustaz Deni Muharamdani, Lc., M.H.I., belum lama ini.
Seberapa penting sebuah adab dalam kehidupan sehari-hari
Pertama, dalam pendidikan tujuan pokoknya ialah adab. Dalam proses pendidikan itu ada internalisasi adab kepada santri atau siswa bahkan mahasantri dan kepada siapapun. Kedua, kalau melihat sejarah ulama, maka tidak lepas dari proses pendidikan adab. Banyak sekali kitab yang dikarang oleh ulama itu isinya tentang adab.
Murid Imam Malik, yakni Ibnu Qasim, mengatakan “selama 20 tahun aku belajar kepada Imam Malik, 18 tahun aku belajar adab dan 2 tahun aku belajar ilmu”. Sebab kalau ilmu dulu tanpa adab, maka ilmu dijadikan untuk kepentingan pribadi bukan kepentingan Allah.
Kemudian Imam Syafi’i, beliau ditanya seberapa besar dan hasrat engkau wahai imam dalam mempelajari adab? Maka jawaban yang paling mencengangkan dari Imam Syafi’i; Aku mencari adab seperti aku mencari saat kehilangan anak dan tidak punya anak lagi kecuali satu-satunya. Jadi saking semangatnya mencari adab, sampai sebegitunya Imam Syafi’i, dan itu dipraktikan sampai pada muridnya.
Adapun pada konteks sekarang dengan maraknya ujaran kebencian (di media sosial), itu sangat menyedihkan. Hal itu mulai muncul pada saat Pemilu 2014. Sebelumnya tahun tersebut, tidak terlalu marak seperti saat ini, bahkan agama dijadikan tameng untuk mencaci orang lain. Itu jelas bukan karena Allah, namun kepentingan pribadi.
Adakah korelasinya antara perilaku ketiadaan adab tersebut dengan proses pendidikan di Indonesia?
Ada korelasinya kalau kita lihat dari praktik kurikulum pendidikan baik tingkat dasar hingga menengah. Pendidikan kita memang masih sebatas tranfer informasi. Tentu hal itu belum menjadikan adab, sebab hanya informasi yang diterima dan tidak masuk dalam benak atau jiwa siswa.
Apakah sistem pendidikan Indonesia dalam praktiknya kurang menekankan adab?
Sangat paradoks memang antara tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang (UU) Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan praktik di lapangan. Kita melihat UU tersebut sangat mendukung pendidikan adab. Sebab tujuan pendidikan nasional dalam pasal 3 disebutkan; mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Artinya kalau kita melihat, esensi adab tidak lepas dari beriman dan bertakwa. Kemudian, dalam praktiknya, pendidikan dari dasar hingga menengah tidak mengarah ke sana. Rata-rata hanya berusaha mengejar target nilai yang bagus dan kelulusan saja, tidak ada pelibatan keimanan dan ketakwaan dalam proses pendidikan. Untuk itu, masih banyak anak sekolah (utamanya generasi muda muslim) yang belum bisa baca Al-Qur’an dan shalat, tapi mereka lulus.
Berapa persentase antara ilmu dan adab yang harus diajarkan dalam proses pendidikan di Indonesia?
Pendidikan tingkat dasar yang paling ditekankan adab, misalnya 70 persen adab baru sisanya ilmu. Sebab dalam konsep pendidikan Islam, adab itu dulu sebelum ilmu. Secara definisi, adab banyak versinya, namun garis besarnya adab itu bisa menempatkan dirinya pada posisi yang tepat dan bertindak sesuai dengan posisinya. Hal itu berlaku untuk seluruh pendidik maupun pelajar.
Bagaimana peran Kuttab Ibnu Abbas RA dalam mengembalikan model pendidikan Islam tersebut?
Kuttab itu asli format pendidikan Islam dari zaman dahulu. Tujuan utama Kuttab dari dulu ialah adab sebelum ilmu. Kuttab Ibnu Abbas RA, ingin ikut serta mengembalikan model pendidikan Islam tersebut. Sebab model pendidkan Kuttab zaman dulu mampu melahirkan banyak ilmuwan. Fokus utama pendidikan Kuttab Ibnu Abbas RA, adab sebelum ilmu, misalnya; adab kepada orang tua, guru, lingkungan dan lainnya. Adapun proses internalisasi adab dan hafalan Al-Qur’an paling tidak sekitar 4 tahun, setelah itu baru mempelajari ilmu yang lain.[]