Ketika Pesantren Menjadi Cahaya Bangsa: Makna Besar di Balik Pesantren Award 2025

 Ketika Pesantren Menjadi Cahaya Bangsa: Makna Besar di Balik Pesantren Award 2025

kemenag.go.id

nidaulquran.id-Pesantren meneguhkan eksistensinya sebagai pusat peradaban Islam dan moral bangsa di tengah pusaran modernitas dan perubahan sosial. Puncak momentum itu tampak jelas dalam Malam Anugerah Pesantren Award 2025, yang digelar oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama. Lebih dari sekadar seremoni penghargaan, acara ini menjadi simbol kebangkitan baru dunia pesantren, bahwa lembaga tradisional ini bukan peninggalan masa lalu, melainkan fondasi masa depan Indonesia.

Dilansir dari kemenag.go.id, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Amien Suyitno, menegaskan dalam sambutannya bahwa penghargaan ini adalah bentuk penghormatan terhadap perjuangan panjang pesantren dalam mencetak generasi berilmu dan berakhlak. “Pesantren Award bukan sekadar ajang penghargaan, tetapi ruang apresiasi bagi dedikasi panjang pesantren dalam membangun bangsa,” ujarnya. Pandangan itu menandai arah baru: pengakuan negara bahwa pesantren bukan pelengkap sistem pendidikan nasional, melainkan pilar utamanya.

Ajang perdana ini menghadirkan atmosfer haru dan bangga. Dari ratusan nominasi, tiga pesantren dinobatkan sebagai Pesantren Transformatif, yaitu Darul Arqam Muhammadiyah Garut, Sunan Pandanaran Sleman, dan Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo. Ketiganya dinilai berhasil berinovasi dalam bidang pendidikan, sosial, dan pemberdayaan masyarakat. Keberhasilan mereka membuktikan bahwa pesantren bisa bertransformasi menjadi institusi modern tanpa kehilangan ruh keagamaannya.

Dalam suasana penghormatan yang penuh makna, anugerah Lifetime Achievement diberikan kepada para tokoh besar seperti KH. Sahal Mahfudz, KH. Achmad Shiddiq, KH. Imam Zarkasyi, dan Nyai Hj. Sholihah Wahid. Ketua Dewan Juri, Alissa Wahid, menyebut mereka sebagai “guru bagi kemanusiaan.” Menurutnya, dedikasi dan ketulusan para ulama pesantren itulah yang menjadi sumber keabadian—mengajarkan kepada bangsa ini bahwa keberhasilan spiritual dan sosial tidak lahir dari ambisi, melainkan dari pengabdian.

Momentum penghargaan ini juga menjadi ajang penyatuan visi lintas generasi dan lembaga. Menteri Agama Nasaruddin Umar, Sekjen Kamaruddin Amin, serta tokoh-tokoh pesantren nasional hadir menyaksikan bagaimana semangat santri kini berpadu dengan gagasan moderasi, inovasi, dan kemajuan teknologi. Dari aula H.M. Rasjidi di Jakarta, gema “Santri untuk Negeri” terdengar bukan sebagai slogan, tapi sebagai komitmen nyata untuk membawa nilai pesantren ke ruang publik.

Menariknya, acara ditutup dengan peluncuran Gerakan Wakaf Santri Nusantara—sebuah inisiatif ekonomi syariah produktif berbasis pesantren. Gerakan ini menandai perubahan paradigma: dari pesantren sebagai lembaga pendidikan ke lembaga pemberdayaan. Dengan santri sebagai motor penggerak, program ini diharapkan membangun kemandirian ekonomi umat dan membuka ruang baru bagi pesantren untuk berperan dalam ekonomi nasional.

Pesantren Award 2025 menjadi lebih dari sekadar ajang penghargaan—ia adalah pernyataan jati diri. Di tengah krisis moral dan sosial global, pesantren tampil sebagai oase spiritual dan sosial yang memadukan nilai tradisi dan modernitas. Dari ruang-ruang pengajian hingga panggung nasional, pesantren membuktikan dirinya bukan hanya “penjaga warisan,” tetapi “pembawa perubahan.” Di tangan santri masa kini, nilai-nilai lama menemukan bentuk barunya: menjadi kekuatan moral bagi Indonesia yang berkemajuan.

Redaksi

Redaksi

Klik
Konsultasi Syari'ah
Assalamualaikum, ingin konsultasi syariah di sini? Klik bawah ini