Menjaga Tradisi Belajar dan Berjuang
Oleh: Umarulfaruq Abubakar, Lc. M.H.I.
NidaulQuran.id | Ketika diperintah untuk beriman dan beramal shaleh, itu artinya kita dipacu untuk produktif dan konsisten. Sebab amal shaleh itu adalah prestasi dan karya, dan diri kita akan dinilai berdasarkan apa yang mampu kita lakukan. Maka rasanya kita perlu berpikir serius: bagaimana bisa meningkatkan potensi diri agar menghasilkan amal yang produktif dan berkualitas?
Kalau selama ini kita bingung: Apakah sesuatu yang paling berharga dan bernilai tinggi yang kita miliki memberikan manfaat yang besar bagi orang?
Jawabannya mudah. Sesuatu itu adalah diri kita dengan segala perangkat dan keunikannya.
Diri kita adalah aset yang sangat berharga dan akan menjadi luar biasa ketika mampu kita maksimalkan dengan baik segala kandungan potensi yang dimilikinya.
UpDate dan UpGrade
Sampai sejauh ini, di usia kita saat ini, apa yang sudah mampu kita lakukan dengan baik?
Imam Ali berpesan: “wa qīmatul mar’i mā qad kāna yuhsinuhu” (nilai seseorang itu tergantung apa yang ia mampu lakukan dengan baik)
Pengenalan kita kepada diri sendiri tentang apa yang sudah mampu kita lakukan dengan baik dan apa yang perlu kita tingkatkan lagi memudahkan kita untuk memperbaiki diri, sekaligus memberikan kita kesempatan untuk melakukan amal yang produktif dan berkualitas tinggi.
Paling tidak ada lima kekuatan dalam diri kita yang bisa kita tingkatkan untuk menjadi seorang yang istimewa. Kelima hal itu adalah cara pandang, pengetahuan, keterampilan, relasi, dan sikap.
Pertama, cara pandang. Yaitu tentang bagaimana kita melihat kehidupan. Orang-orang bijak mengatakan bahwa cara pertama menyelesaikan masalah adalah mengubah cara pandang kita dalam melihatnya. Seorang yang kakinya sakit, bisa memilih fokus kepada kakinya atau kepada anggota tubuh lainnya yang masih sehat. Ketika fokus ke kaki yang sakit, maka yang terjadi adalah keluhan. Sementara bisa fokusnya kepada anggota tubuh yang sehat, maka hasilny adalah kesyukuran.
Seorang yang menganggap bahwa kemuliaan itu pada kekayaan, maka sepenuh hidupnya ia akan fokus mencari harta. Orang yang memandang bahwa kebahagiaan itu pada popularitas, maka ia akan berjuang bagaimana dirinya menjadi terkenal. Orang yang melihat bahwa yang paling berharga dalam hidup adalah jabatan sosial, maka ia akan berjuang mendapatkannya, bahkan dengan jalan yang piling licik dan curang sekalipun.
Sementara orang yang memandang bahwa sumber mulia dan bahagia adalah ketaqwaan, maka ia akan berusaha menempuh jalan takwa dan akan bersama orang-orang yang bertakwa.
Cara pandang yang berbeda juga akan menentukan sikap ketika menghadapi sesuatu. Melihat seorang dari segi usia lebih muda, tapi jabatannya lebih tinggi, followersnya lebih banyak, namanya lebih terkenal, diundang ke berbagai mancanegara, padahal dari segi kemampuan rasanya tidak terlalu jauh beda; timbulah penyakit ujub, iri hati dan dengki melihat keberhasilan orang lain.
Padahal dalam Al-Qur’an sudah ditegaskan, “nahnu qasamnā bainahum ma’isyatahum fil hayatid dunia” Sungguh Kami telah membagi mai’syah mereka dalam kehidupan dunia. Episode hidup yang akan kita jalani sudah tertulis; pena sudah diangkat dan tinta sudah kering.
Fokus kepada karunia yang telah Allah berikan kepada diri sendiri dan bagaimana mengembangkannya akan memupus kecewa, hasad, dan dengki atas apa yang telah Allah berikan kepada orang lain. Dengan begitu hidup kita lebih plong dan bahagia. Semua ini tentang cara pandang.
Kedua, pengetahuan. Pengetahuan adalah kekuatan, kata Bruce Lee. Kalau kita punya pengetahuan berarti kita punya kekuatan.
Dalam Al-Quran dikatakan bahwa Allah akan mengangkat derajat orang-orang beriman dan orang-orang berilmu jauh lebih tinggi. Di antara pengetahuan itu ada hal-hal yang wajib kita ketahui. Ada hal-hal yang sebaiknya kita ketahui, dan hal-hal yang boleh kita tahu dan boleh juga tidak.
Pengetahuan yang wajib diketahui oleh seorang muslim adalah ilmu tentang bagaimana cara menjadi hamba Allah yang baik. Minimal tentang ilmu tiga rukun yaitu rukun iman rukun Islam dan rukun Ihsan. Tiga hal ini menjadi pengetahuan mendasar yang sifatnya fardhu ain bagi setiap muslim.
Pengetahuan fardhu ain berikutnya adalah pengetahuan yang terkait dengan tugas dan spesialisasi kita saat ini. Seorang dokter wajib mengetahui segala hal yang diperlukan dalam spesialisasinya, sebab kalau tidak dia akan bisa menyesatkan bahkan mencelakakan pasiennya. Seorang insinyur wajib dia mengetahui segala sesuatu yang terkait dengan pekerjaannya, kalau tidak bangunan bisa hancur, mesin bisa rusak, dan akan menimbulkan banyak kekacauan.
Seorang kepala daerah, ia wajib mengetahui segala hal yang terkait dengan apa yang ia pimpin. Kalau tidak, maka ia tidak akan bisa memimpin dengan baik. Hal ini akan berlaku kepada semua orang yang berada dalam profesi-profesi tertentu, karena kita sangat dilarang berbicara sesuatu tanpa dalil dan bertindak tanpa dasar.
Ketiga adalah skill. Kita dituntut untuk menguasai beberapa keterampilan tertentu untuk bertahan hidup dan juga keterampilan yang menjadi penambah kualitas. Seperti keterampilan berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari, keterampilan memimpin dan berorganisasi. Dalam bidang olahraga, Rasulullah misalnya menganjurkan untuk menguasai 3 skill yaitu memanah, berkuda, dan berenang. Penting juga memahami skill beladiri untuk sekadar bertahan hidup dalam kondisi yang menuntut untuk itu.
Bagi seorang guru, skill yang paling diperlukan adalah kemampuan berkomunikasi, memahamkan, memberi pengarahan dan bimbingan. Bagi seorang dokter, ada skill khusus yang perlu ia kuasai. Begitu pula bagi seorang insinyur, polisi, tentara, atlet, maupun yang lain. Semua ada kemampuan spesial yang dituntut untuk dikuasai.
Nah, saat ini apakah yang kepercayaan yang sedang kita terima? Apa pilihan pekerjaan dan profesi yang ingin kita jalani? Di sisi inilah kita berusaha untuk meningkatkan keterampilan sesuai bidang yang kita geluti.
Keempat adalah relasi atau jaringan. Kita akan menjadi sangat berharga dan produktif ketika kita mampu memiliki jaringan yang luas di mana-mana. Kita ada kenalan di Sumatera, ada teman di Jawa, ada di Sulawesi atau juga antar lintas negara, memungkinkan kita mendapatkan informasi lebih banyak dan mendapatkan akses-akses khusus yang tidak dibuka untuk umum.
Membuka diri untuk bergaul dengan beragam komunitas. Tidak merasa bangga diri dan menarik diri dari pergaulan. Menghormati dan bersikap kasih sayang terhadap sesama. Suka membantu, peduli, dan peka. Semua ini yang menjadikan orang lain ikut membuka dirinya sehingga terbentuklah sebuah komunikasi yang baik.
Alhamdulillah saya pernah mengisi seminar nasional di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Menjadi peserta dalam seminar internasional seminar Internasional akademisi muda dan simposium internasional Istanbul. Menjadi peserta Simposium Internasional di Istanbul, semua itu bukan murni karena kemampuan, tapi lebih kepada relasi dan pertemanan, sehingga memberikan peluang-peluang untuk berbagi.
Membangun relasi dengan orang-orang yang tepat dapat membuka jalan dan peluang yang lebih luas menuju target. Manfaat nyata dari banyaknya relasi yang kita miliki adalah mudah mendapatkan bantuan saat masalah muncul.
Kelima adalah sikap. Yaitu adalah bagaimana kita bersikap kepada orang lain. Salah satu cara terbaik meningkatan kualitas diri kita adalah dengan memperbaiki attitude, sikap atau akhlak dalam berinteraksi dengan siapapun. Sesungguhnya akhlak yang baik menjadi pintu berbagai macam rezeki, sementara akhlak yang buruk hanya akan mendatangkan penyakit dan berbagai macam permasalahan dalam kehidupan.
Bagaimana akhlak yang baik itu? Sederhana saja rumusnya, yaitu: wajah yang tenang ceria, berusaha menebar kebaikan, serta berusaha untuk tidak menyakiti orang lain baik melalui lisan, tangan, tatapan mata ataupun hal lain yang membuat orang tidak nyaman.
Belajar dan Berjuang
Kegiatan Update dan Upgrade diri ini tidak akan pernah berhasil bila kita tidak mau belajar dan berjuang. Belajar kuncinya adalah kesungguhan, sementara berjuang konsekuensinya adalah pengorbanan.
Orang-orang yang sukses adalah para pembelajar sejati dan pejuang-pejuang yang tangguh. Dan memang seperti itulah sunnatullahnya.
Hingga kini saya yakin bahwa tidak ada yang mustahil untuk diwujudkan. Segala apa yang dapat kita pikirkan dapat kita wujudkan. Asal kita usahakan dengan sungguh-sungguh. Usaha itu adalah belajar yang gigih dan berjuang dengan keras.
Lihatlah orang-orang dan lembaga-lembaga sukses yang ada di sekitar kita. Semua logika keberhasilan dan kesuksesan yang mereka raih akan mudah kita terima oleh akal pikiran dan perasaan saat diwakili oleh dua kata; Belajar dan Berjuang.
Kalau saat ini PPTQ Ibnu Abbas yang dulu hanya punya 52 santri, lalu berkurang hingga tersisa hanya 17 orang, lalu saat ini sudah memiliki ribuan santri putra-putri di berbagai unit pendidikan, maka itu tidak muncul dengan tiba-tiba. Semua mulai dari nol, melalui proses belajar dan berjuang yang tiada henti. Tradisi belajar dan berjuang itulah yang hingga kini masih terus dijaga dan dipelihara kemudian diwariskan kepada para santri dan guru-guru yang ada.
Lalu komunitas pesantren yang awalnya geraknya sangat terbatas pada 17 santri, kajian ahad pagi, dan radio itu, kini bisa menggerakkan pendidikan dengan beragam tingkatannnya: Kuttab, Kulliyatul Muallimin, SMP, SMA, Ma’had Aly dan pengajian masyarakat. Mengelola kegiatan produktivitas pada guru dalam meningkatkan hafalan Al-Qurannya, ilmu pengetahuan, skill, memperluas cara pandang, dan memperbaiki akhlak.
Logika produktivitas selalu seperti itu. Semua berawal dari keinginan tradisi belajar dan berjuang. Lalu lapangan amal akan terbuka lebar di depan mata.
Masa hidup yang terbentang sejak kita lahir sampai waktu kita mati adalah rentang waktu bekerja dan berbuat. Idealnya: satu unit waktu sama dengan satu unit amal. Tetapi dengan ilmu dan perjuangan, semua itu bisa kita lipat gandakan. Sehingga satu unit waktu, bisa sama dengan puluhan, ribuan, bahkan ratusan ribu amal kebaikan.
Seorang yang menggerakkan perekonomian masyarakat misalnya, ketika semua aktivitas ekonomi, pahala dan kebaikan akan masuk ke catatan amal orang yang memulai dan menggerakkan ekonomi tersebut.
Seorang yang yang mengelola lembaga pendidikan, semua aktivitas kebaikan yang terjadi dalam satu waktu, akan terus mengalir pundi pahalanya kepada orang yang mendirikan, melaksanakan, dan mengelolanya. Belum lagi kalau area kerja dan pengaruhnya adalah negara dan dunia.
Semua itu menunjukkan produktivitas. Dan sungguh; manusia terbaik adalah yang paling bermanfaat bagi sesama.[]