Dunia Bersatu di Laut Mediterania: Kapal Lintas Bangsa Menuju Gaza
Di Balik Hilangnya Huruf Wawu

nidaulquran.id-Ada ‘anomali’ yang dapat kita temukan di beberapa kata dalam ayat Al-Qur’an. Kata-kata tersebut kehilangan huruf tanpa dapat dijelaskan oleh ilmu gramatika Bahasa Arab; ilmu nahwu ataupun saraf. Sebelum lebih lanjut membahas mengapa huruf ini hilang, mari terlebih dahulu kita perhatikan contoh kata yang dimaksud dengan menelaah ayatnya:
وَيَدۡعُ ٱلۡإِنسَٰنُ بِٱلشَّرِّ دُعَآءَهُۥ بِٱلۡخَيۡرِۖ وَكَانَ ٱلۡإِنسَٰنُ عَجُولٗا [الإسراء: 11]
Artinya: Dan manusia berdoa untuk kejahatan sebagaimana ia berdoa untuk kebaikan. Manusia bersifat tergesa-gesa. Q.S. Al-Isrā [17]: 11
Kategori Kata dan Aturan Dasar
Coba perhatikan kata yang dicetak tebal di ayat tadi (يدع); berasal dari kata (دَعَا – يَدْعُو). Kata ini masuk dalam kategori fi’il atau kata kerja, lebih spesifik lagi disebut dengan fi’il nāqiṣ, sebab diakhiri dengan huruf wāwu; satu di antara tiga hurūf ‘illah.
Dari sisi keterangan waktu, ia disebut dengan istilah fi’il muḍāri’, yaitu jenis kata kerja yang menunjukkan peristiwa yang sedang atau akan terjadi. Sederhananya, kata kerja ini adalah fi’il muḍāri’ nāqiṡ.
Aturan main yang berlaku untuk jenis kata kerja ini adalah, huruf akhirnya dihilangkan jika ia didahului oleh sekelompok kata yang disebut dengan hurūf jawāzim, seperti (لم – لما – لام الأمر – لا الناهية – إن). Maka kata (يَدْعُو) saat didahuui oleh salah satu huruf ini menjadi (لَمْ يَدْعُ); huruf wāwu-nya hilang. Seperti di ayat berikut ini:
فَلَمَّا كَشَفۡنَا عَنۡهُ ضُرَّهُۥ مَرَّ كَأَن لَّمۡ يَدۡعُنَآ إِلَىٰ ضُرّٖ مَّسَّهُۥۚ [يونس: 12]
Artinya: “…Namun, setelah Kami hilangkan kesusahan itu darinya, dia kembali ke jalan yang sesat seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk menghilangkan kesusahan yang telah menimpanya…” Q.S. Yūnus [10]: 12
Mari kita kembali cermati surat Al-Isrā: 11. Kata (يدع) di ayat tersebut sama sekali tidak didahului oleh hurūf jawāzim. Berkaca pada aturan dasar yang baru saja dijelaskan, sepatutnya huruf wāwu di ujung kata kerja tersebut tidaklah hilang. Lantas, apa alasan dibalik hilangnya huruf ini?
Pertanyaan serupa berlaku juga untuk tiga ayat lainnya di dalam Al-Qur’an, di surat Al-Qamar: 6, Al-‘Alaq: 18, dan Asy-Syūrā: 24. Jadi, mengapa huruf wāwu ini hilang?
Analisa Az-Zarkasyi untuk Wāwu yang Hilang
Imam Az-Zarkasyi memiliki analisa yang patut untuk dicermati dalam masalah ini. Beliau mengatakan:
وَقَدْ سَقَطَتْ مِنْ أَرْبَعَةِ أَفْعَالٍ تَنْبِيْهًا عَلَى سُرْعَةِ وُقُوْعِ الفِعْلِ وَسُهُوْلَتِهِ عَلَى الفَاعِلِ وَشِدَّةِ قَبُوْلِ المُنْفَعِلِ المُتَأَثَّرِ بِهِ فِي الوُجُوْدِ” البرهان في علوم القرآن (1/ 397)
“(Huruf wāwu) hilang dari empat kata kerja (dalam Al-Qur’an) sebagai isyarat akan cepatnya sebuah perbuatan terjadi, betapa mudahnya ia dilakukan, dan betapa dahsyatnya dampak dari perbuatan tersebut.”[2]
Untuk pemahaman yang lebih utuh, mari kita coba terapkan poin-poin yang dijelaskan oleh Imam Az-Zarkasyi ini di keempat ayat tadi.
Ayat pertama:
وَيَدۡعُ ٱلۡإِنسَٰنُ بِٱلشَّرِّ دُعَآءَهُۥ بِٱلۡخَيۡرِۖ وَكَانَ ٱلۡإِنسَٰنُ عَجُولٗا [الإسراء: 11]
Artinya: Dan manusia berdoa untuk kejahatan sebagaimana ia berdoa untuk kebaikan. Manusia bersifat tergesa-gesa Q.S. Al-Isrā [17]: 11
Ayat ini menunjukkan akan kejahilan dan ketergesaan manusia melihat sebuah persoalan. Ia cenderung ingin segera mendapatkan manfaat tanpa banyak pertimbangan dan kehati-hatian. Ia berdoa memohon sesuatu yang dianggapnya sebuah kebaikan padahal hakikat di baliknya adalah kemudaratan. Pandangannya terbatas pada satu garis waktu saja, tanpa menyadari bahwa doanya menyimpan petaka di kemudian.
Merujuk pada apa yang disebutkan oleh Az-Zarkasyi, setidaknya ayat ini menghimpun dua poin yang beliau sampaikan. Pertama, betapa cepatnya seorang anak manusia berdoa saat ia melihat sesuatu yang dianggapnya sebuah kebaikan. Kedua, betapa mudah dan ringannya doa itu dirapalkan.
Ayat kedua:
فَتَوَلَّ عَنْهُمْۘ يَوْمَ يَدْعُ الدَّاعِ اِلٰى شَيْءٍ نُّكُرٍۙ [القمر: 6]
Artinya: “Maka, berpalinglah dari mereka. Pada hari ketika malaikat menyeru mereka pada sesuatu yang tidak menyenangkan.” Q.S. Al-Qamar [54]: 6)
Yang dimaksud dengan hal yang tidak menyenangkan pada ayat di ini adalah kebangkitan dan hari pembalasan. Maka seruan yang diteriakkan oleh malaikat adalah seruan yang berlangsung dengan amat cepat. Mari perhatikan bagaimana peristiwa ini terjadi dengan sangat cepat lewat gambaran yang Allah berikan di ayat lainnya, Allah berfirman:
وَمَآ اَمْرُ السَّاعَةِ اِلَّا كَلَمْحِ الْبَصَرِ اَوْ هُوَ اَقْرَبُۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ [النحل: 77]
Artinya: dan Tiadalah kejadian kiamat itu, melainkan seperti sekejap mata atau lebih cepat lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Q.S. An-Nahl [16]: 77
Hilangnya huruf wāwu di kata ini menjadi isyarat kepada dua hal: Pertama, betapa cepatnya peristiwa ini terjadi. Kedua, betapa dahsyatnya dampak seruan ini kepada para penghuni kubur; sehingga sekonyong-konyong mereka bangkit menjawab seruan ini tanpa memiliki pilihan, senang tak senang mereka dipaksa menjalaninya. Situasinya Allah gambarkan dengan analogi yang amat mencekam di ayat berikutnya:
خُشَّعًا اَبْصَارُهُمْ يَخْرُجُوْنَ مِنَ الْاَجْدَاثِ كَاَنَّهُمْ جَرَادٌ مُّنْتَشِرٌۙ [القمر: 7]
Artinya: pandangan mereka tertunduk. Mereka keluar berhamburan dari kubur seperti belalang yang beterbangan. Q.S. Al-Qamar [54]: 7
Ayat ketiga:
سَنَدۡعُ ٱلزَّبَانِيَةَ [العلق: 18]
Artinya: Niscaya akan kami panggil Malaikat Zabaniyah. Q.S. Al-‘Alaq [96]: 18
Ayat ini bertutur tentang Abu Jahal yang menghalang-halangi Rasulullah salat, memusuhi dakwah dengan amat sengit, merasa berada di atas angin karena ditopang kemampuan materi yang berlimpah. Dengan plot kisah dan kronologi demikian, sangat wajar jika Allah berikan ancaman tegas berikut balasan yang disegerakan.
Hilangnya huruf wāwu di ayat ini sebagai kode yang menunjukkan betapa kuasanya Allah memberikan balasan pada setiap pelaku keburukan, dan betapa mudahnya Allah membalikkan keadaan untuk memenangkan kebenaran yang dibawa oleh para rasul-Nya. Poinnya ada di kecepatan dan kemudahan.
Ayat keempat:
فَإِن يَشَإِ ٱللَّهُ يَخۡتِمۡ عَلَىٰ قَلۡبِكَۗ وَيَمۡحُ ٱللَّهُ ٱلۡبَٰطِلَ وَيُحِقُّ ٱلۡحَقَّ بِكَلِمَٰتِهِۦٓۚ إِنَّهُۥ عَلِيمُۢ بِذَاتِ ٱلصُّدُورِ [الشورى: 24]
Artinya: “Jika Allah menghendaki, niscaya Dia akan mengunci hatimu. Allah menghapus yang batil dan membenarkan yang benar dengan firman-firman-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati.” Q.S. Asy-Syūrā [42]: 24)
Lafaz (يمح) di ayat ini bermakna menghapus atau menghilangkan; maknanya, Allah mampu menghapus kebatilan yang ia kehendaki dan untuk memenangkan kebenaran.
Maka hilangnya huruf wāwu pada lafaz ini menjadi isyarat bahwa menghilangkan kebatilan hanyalah perkara yang amat remeh bagi Allah, saat Ia berkehendak, kebatilan bisa hilang dalam satu kejapan mata.
Kesimpulan
Al-Qur’an sangat presisi dalam memilih setiap kata yang digunakan, bahkan tiap-tiap huruf yang disebut atau dihilangkan mengandung makna yang amat mendalam.
Di konteks kita kali ini, hilangnya huruf wāwu menunjukkan adanya siratan makna yang ingin Allah sampaikan; yaitu betapa cepat, dahsyat, dan mudahnya perbuatan itu terjadi. Seolah saking cepat, dahsyat, dan mudahnya perbuatan itu dilakukan, ia sudah purna sebelum katanya ditulis secara sempurna.
Ketiga makna ini dan hubungannya dengan hilangnya huruf wāwu dapat kita konfirmasi saat memerhatikan ayat-ayat lain yang memuat kata yang sama. Contohnya di surat Fāṭir ayat 6 dan Al-Ra’du ayat 39:
إِنَّمَا يَدۡعُواْ حِزۡبَهُۥ لِيَكُونُواْ مِنۡ أَصۡحَٰبِ ٱلسَّعِيرِ [فاطر: 6]
Artinya: “Sesungguhnya setan itu hanya mengajak golongannya agar mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala”. Q.S. Fāṭir [35]: 6)
يَمۡحُواْ ٱللَّهُ مَا يَشَآءُ وَيُثۡبِتُۖ وَعِندَهُۥٓ أُمُّ ٱلۡكِتَٰبِ [الرعد: 39]
Artinya: Allah menghapus dan menetapkan apa yang Dia kehendaki. Di sisi-Nyalah terdapat Ummul-Kitāb. Q.S. Al-Ra’du [13]: 39
Ada lafaz (يدعو) dan (يمحو) di kedua ayat ini, berbeda dengan ayat-ayat yang dibahas sebelumnya, huruf wāwu di ayat ini tetap berada di tempatnya dan tidak dihapus sama sekali. Alasannya, karena tidak ada sisipan tiga makna tadi di kedua ayat ini; tidak ada siratan makna kecepatan, kemudahan, kedahsyatan yang ingin disampaikan. Wallāhu a’lam bil-ṣawāb.
[1] Disarikan dari kitab, laṭāif wa asrār khuṣūṣiyyāt al-rasm al-‘uṡmānī li al-muṣhaf al-syarīf, DR. Abdul ‘Aziz al-Maṭ’anī, hal: 49-58
[2] Al-Burhān fī ‘Ulūmi Al-Qur’ān, Az-Zarkasyi, 1/397