Hayatan Thayyibah: Standar Hidup Berkualitas

Burhanuddin
Dosen STAI Nurul Iman Parung Bogor
nidaulquran.id-Kehidupan manusia sebagaimana kodratnya cenderung dihadapkan pada berbagai permasalahan, terutama permasalahan ekonomi. Permasalahan ekonomi tidak hanya berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan fisik saja, namun juga berdampak pada kepuasan psikologis.
Dalam konteks kehidupan modern, standar kebahagiaan seringkali didasarkan pada pencapaian orang lain. Fenomena ini memperburuk kecenderungan manusia untuk merasa tidak puas dan membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Akibatnya tak sedikit yang terjebak dalam keserakahan untuk memenuhi keinginannya.
Sebagai solusi, Al-Qur’an menawarkan sebuah konsep Hayatan Thayyibah, yaitu kehidupan yang baik yang tidak hanya diukur dari pencapaian materi saja, namun juga mencakup aspek spiritual yang mendatangkan kedamaian batin.
Konsep Hayatan Thayyibah
Konsep Hayatan Thayyibah disebutkan dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 97:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
“Siapa pun yang mengerjakan kebaikan, baik laki-laki atau perempuan, sedangkan dia beriman, Sesungguhnya Kami akan memberinya kehidupan yang baik dan Kami akan membalasnya dengan pahala yang lebih baik dari apa yang selalu mereka lakukan.” (QS. An-Nahl: 97)
Dalam tafsir At-Thabari, konsep hayatan thayyibah meliputi: rezeki yang baik dan halal, qanaah (kepuasan hati), iman dan ketaatan, keberuntungan dan kehidupan di surga. (at-Thabari, Juz XIV, 2001: h. 359-363)
Indikator Hayatan Thayyibah
Ada dua indikator utama dalam pencapaiannya Hayatan Thayyibah: Pertama, Iman sebagai prinsip. Iman adalah landasan utama dalam hidup. Seorang mukmin akan mempunyai kekuatan mental untuk menghadapi berbagai tantangan hidup dalam berbagai kondisi dan situasi.
Kedua, amal saleh sebagai sebuah proses. Amal saleh merupakan wujud keimanan yang nyata. Iman akan bernilai jika diamalkan melalui tindakan konkret, seperti menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Dengan beramal saleh sebenarnya manusia telah mencapai kehidupan yang baik. (at-Thabari, Juz XI, 2001: h. 359)
Integrasi Konsep, Proses dan Hasil
Dalam konteks saat ini, meraih Hayatan Thayyibah (kehidupan yang baik) tidak hanya berfokus pada kebaikan dunia dan akhirat dengan konsep yang kaku atau cenderung mengabaikan perkembangan saat ini. Kehidupan yang baik perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman seperti kekayaan harta benda, meskipun tetap jaminan hidup yang baik ditentukan oleh landasan utama keimanan dan amal saleh.
Untuk mencapai Hayatan Thayyibah, perlu mengintegrasikan konsep, proses dan hasil agar seseorang mencapai dan dianggap telah meraih kehidupan yang baik:
- Meyakini iman sebagai sumber kebahagiaan
Kehidupan yang baik diwujudkan melalui keimanan dan ketaatan. Ketaatan merupakan wujud amal saleh yang meliputi ibadah dan muamalah. Perbuatan baik adalah segala perbuatan yang mendatangkan pahala, baik secara spiritual maupun sosial.
Orang yang beriman akan mempunyai tenaga untuk beramal saleh. Setiap amal saleh yang dilandasi keimanan akan melahirkan kepuasan batin. Dengan demikian, ukuran kehidupan yang baik adalah ketika Tuhan hadir dalam setiap aspek kehidupan. (at-Thabari, Juz X, 2001: h. 500)
Dengan memadukan iman dan amal saleh, harta benda tidak menjadi tolak ukur utama, melainkan media untuk mendekatkan diri kepada Allah, seperti dengan berbagi dan membelanjakan di jalan Allah.
- Percaya dalam qanaah ada usaha dan hasil
Manusia tidak akan pernah merasa puas sampai mati, sebagamana firman Allah:
اَلْهٰىكُمُ التَّكَاثُرُۙ. حَتّٰى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَۗ
“Berbangga-bangga dalam memperbanyak (dunia) telah melalaikanmu, sampai kamu masuk kubur.” (QS. At-Takatsur:1-2)
Ayat ini tidak hanya menjelaskan hakikat manusia saja, namun juga menjadi peringatan bahwa manusia bisa bertahan jika mampu mengendalikan hawa nafsunya. Seperti yang disabdakan Nabi:
“Bukanlah kekayaan dengan banyak harta, namun hakikatnya adalah kekayaan adalah kekayaan jiwa.” (HR. Al-Baihaqi).
Usaha yang berlebihan tanpa didasari keimanan akan membawa manusia pada keserakahan dan kehancuran. Sebagai benteng pertahanan terhadap syahwat, perlu memiliki sifat qanaah, yaitu merasa puas dengan apa yang telah Allah berikan dan merasa puas dengan apa yang dimilikinya. (at-Thabari, Juz XX, 2001: h. 584)
Dalam konteks kehidupan modern, banyak orang yang terjebak pada cara-cara yang tidak halal dalam memenuhi keinginannya. Qanaah berfungsi sebagai pengingat agar manusia tidak terlena dalam mencari kehidupan yang baik dengan cara-cara yang melanggar ketentuan Allah.
Qanaah bukan berarti pasrah tanpa usaha, melainkan rela menerima apa yang dimiliki, meminta tambahan yang pantas, berusaha, bersabar terhadap ketentuan Allah, bertawakal, dan tidak tertarik pada tipu daya dunia.
- Meyakini bahwa rezeki bukan sekedar harta benda
Kehidupan yang baik adalah kehidupan yang dipenuhi rezeki dan kesenangan, yang tidak hanya diukur dari harta benda saja, tetapi juga meliputi kesehatan, keluarga harmonis, kesempatan beribadah, dan kesempatan berusaha. (at-Thabari, Juz XIV, 2001: h. 160-161)
Firman Allah:
وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ
“Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS.Al-Qashash: 77)
Meyakini bahwa rezeki yang baik tidak hanya berupa harta benda saja, tetap berusaha mencari penghidupan di dunia, namun dengan landasan keimanan dan ketaatan. Keterpaduan antara rezeki yang baik, iman, dan qanaah merupakan kunci untuk mencapai kehidupan yang baik.
Kesimpulan
Hayatan thayyibah adalah kehidupan yang baik, termasuk kesejahteraan materi, spiritual, dan moral. Melalui keimanan, amal saleh, sikap qanaah, dan rezeki yang halal, seorang muslim bisa meraih kebahagiaan sejati. Konsep ini menekankan keseimbangan antara dunia dan akhirat, serta mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati terletak pada kedekatan dengan Allah.