Ikhlas dalam Politik

 Ikhlas dalam Politik

Source: Media Ibnu Abbas

Oleh: Ustaz Dr Muh. Mu’inudinillah Basri, MA. Rahimahullah

NidaulQuran.id | “Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.”(QS. Hud: 15-16)

Amalan seorang muslim semuanya hanya untuk ibadah dan pahala di akhirat. Tak terkecuali politik, manakala politik untuk dunia bertujuan untuk kekuasaan dan buah kekuasaan dari kekayaan, atau popularitas atau kekudukan di mata manusia, akan menimbulkan kerusakan tanpa batas. Dan ahkhirat tidak ada bagian untuknya kecuali neraka.    

Politik merupakan lahan amal yang paling membutuhkan keikhlasan. Tujuan politik hanya ridha Allah dengan mengambil kebijakan untuk menjaga diinul Islam, wahyu Allah, dan mengatur dunia dengan diinullah. Diin diturunkan untuk mengatur dunia, Allah berfirman :

“…Maka aturlah (hukumlah) di antara manusia dengan apa yang Allah turunkan, dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan apa yang datang kepada engkau dari kebenaran” (Qs. Al Maidah: 48)

Politik Islam memiliki konsekuensi, pelakunya tidak berorientasi duniawi. Karena itulah, politik amanah bukan komoditi, melainkan berkorban untuk menegakkan diinul Islam demi tegaknya tauhid dan kebebasan manusia, kesejahteraan masyarakat, dan keadilan hukum dan sosial.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Rib’i bin Amir: “Kami kaum yang diutus oleh Allah untuk menyelamatkan siapa yang dikendaki Allah dari perbudakan untuk manusia kepada penghambaan kepada Allah, dari kesempitan dunia menuju keluasan dunia dan akhirat, dan dari dari kezaliman agama-agama menuju keadilan Islam.

Politik Islam menjadi ancaman bagi politik materialistik-sekuler yang menjadikan kekuasaan dan buah kekayaan menjadi tujuan utama. Maka dari itu, sudah barang tentu para politisi muslim akan dimusuhi oleh berbagai pihak dan dibenci oleh yang merasa terganjal kepentingannya.

Politik Islam akan sejalan dengan dakwah Islam murni. Sejalan juga dengan jamiyyah dakwah seperti Muhammadiyah, yang menjadikan wala’ dan bara’ berdasarkan iman dan Islam sebagai arah perjuangan politik.

Kapan dalam tubuh organisasi dakwah kehilangan ruh politik Islam? Bahkan kehilangan keikhlasannya, sehingga terjadi keguncangan dan konflik besar yang melemahkan pergerakan jamiyyah. Hal itu disebabkan saat terseret kepentingan politik pragmatis dan mengorbankan akidah, akhlak, dan ukhuwah.

Melihat kondisi politik Indonesia masa kini, benturan yang terjadi antara aktivis dakwah, dalam sikap politik, jika dilihat sebagai pertarungan politik praktis pragmatisme mestinya tidak boleh terjadi. Para aktivis dawah jauh dari nuansa tersebut, sebab ancaman ayat bagi orang yang menghendaki dunia akan dapat dunia saja dan hilanglah pahala akhirat.  Untuk itu, cukup sebagai rem yang pakem.

Namun demikian, jika sama-sama menghendaki politik Islam ukhrawi, maka itu hanya perbedaan pandangan mestinya tidak sampai pada kondisi konflik yang merusak. Tetapi kalau yang satu pihak terjebak dalam tujuan dunia atau kedua-duanya, maka organisasi dakwah harus diauhkan dari politik praktis. Adapun politik Islam yang didasarkan atas akidah dan iman, jamiyyah harus mengambil sikap yang jelas, dan siap ambil risiko dalam perjuangan.

Benturan sosial politik yang terjadi masa ini adalah peperangan ideologi  bukan hanya perebutan politik kekuasaan. Oleh karena itu, para da’i yang memahami siyasah syar’iyyah tidak akan diam melihat benturan ideologi. Yakni adanya kekuatan ideologi musuh Islam baik komunis, liberal, syiah, sekuler yang ingin berkuasa dibalik layar. Mereka mencari kendaraan orang-orang yang bisa dijadikan kendaraan dari petugas-petugas partai atau boneka-boneka kapitalis. Ideologi Islam yang dibawa oleh para ulama dan organisasi dakwah yang merasa adanya ancaman besar terhadap bangsa, negara, dan ideologi Islam  juga mencari para politikus yang mau diamanahi menjalankan siyasah syar’iyyah untuk keselamatan negara, bangsa dan tanah air.   

Memang kaum muslimin Indonesia dari kekuatan politik belum mencapai  kondisi ideal, sehingga belum mampu mencalonkan orang yang memenuhi persyaratan ideal pemimpin muslim. Namun masih menggunakan pilihan akhaffu dzaroraini, yang paling bagus yang ada dimana mencalonkan yang siap berkomitmen dengan kesetian kepada negara, bangsa, dan ummat Islam. Politisi tersebut juga siap berjuang menyelematkan Indonesia dari dominasi aseng dan asing. Hal ini cukup sebagai dasar memahami pertarungan ideologi dibalik calon ulama dan rival politiknya.

 Kondisi bangsa kita begitu genting,  tidak sedikit ulama dan aktivis yang dikriminasi. Lebih dari itu, banyak korban dari kaum pejuang keadilan dalam aksi protes atas ketidakadilan dan kejujuran atas orang yang mati tertembus timah panas dan mengalami penyiksaan. Di sisi lain terjadi pembiaran berkembangnya ideologi komunis dan liberal, bahkan ada pandangan bahwa ideologi tersebut sudah tidak berbahaya. Orang yang berjuangan melawan komunis malah yang mengalami intimidasi dan kriminalasi. Hal inilah bentuk nyata dari adanya perang ideologi dalam perpolitikan Indonesia. Oleh sebab itu, diharapkan jamiyyah amar makruf nahi munkar seperti Muhammadiyah dapat mengambil sikap wala dan bara’ secara jelas dan memberhentikan polemik antar kadernya.[]

Redaksi

Redaksi

Klik
Konsultasi Syari'ah
Assalamualaikum, ingin konsultasi syariah di sini? Klik bawah ini