Mengelola Cemas agar Berkualitas
NidaulQuran.id | Dikisahkan dalam sejarah perjuangan Rasulullah Saw., pada kisaran tahun 5 H berkecamuklah perang Khandaq, yang sering disebut dengan perang Ahzab (sekutu). Disebut Ahzab karena kaum muslimin menghadapi kekuatan konspirasi koalisi antara Yahudi dengan musyrikin Quraisy yang berjumlah 10.000 pasukan. Sedangkan pasukan muslimin saat itu hanya 700 prajurit, perbandingannya 1:14.
Dengan tujuan menghambat musuh yang jumlahnya jauh lebih besar, sahabat Salman Al Farisy menawarkan strategi pembuatan parit di luar kota Madinah. Strategi ini disepakati Rasulullah Saw., dan proyek pembuatan parit pun segera dilaksanakan secara swadaya. Kemudian Salman Al Farisy ditunjuk langsung sebagai koordinator pelaksana proyek tersebut.
Menurut Syauqi Abu Khalil dalam bukunya Athlas Hadits, pada proses penggalian tersebut kaum muslimin berhasil menggali parit sepanjang 5.544 meter, dengan lebar 4,62 meter, dan kedalaman mencapai 3,23 meter. Penggalian itu membutuhkan waktu sekitar 10 hari.
Bisa dibayangkan betapa sulitnya situasi yang dihadapi kaum muslimin saat itu dan betapa besarnya pengorbanan yang harus dikeluarkan untuk menjalankan tugas mulia demi kejayaan agama. Tentunya dalam proses pengerjaan parit tersebut, rasa lelah, haus, dan lapar selalu menyertai. Bahkan, dikisahkan bahwa Rasulullah Saw. sampai harus mengganjal perutnya dengan 2 buah batu untuk melawan gejolak perut kerocongan karena kelaparan.
Pada saat penggalian parit hampir selesai, mereka menemukan sebuah batu besar yang susah dipecah, kemudian para sahabat meminta Rasulullah Saw. untuk memecahkannya. Sambil mengayunkan kapak memukul batu tersebut, Rasulullah Saw. berseru di antara percikan api yang keluar dari batu, “Akan terkuasailah Romawi.., akan terkuasailah Persi…”. Seruan Rasulullah Saw. tersebut disambut dengan pekikan takbir “Allahu Akbar” para sahabat. Lalu terpecahlah batu besar menjadi berkeping-keping dan selesailah proyek pembuatan parit.
Para sahabat benar-benar terinspirasi akan ucapan beliau, sehingga semakin gereget dalam perjuangan. Sebagian sahabat tercengang dan bertanya dalam hatinya terhadap apa yang baru saja dikatakan Rasulullah, “Apa iya kita bisa menaklukkan Romawi dan Persi?”. Sebagai gambaran, Romawi dan Persi adalah negara adikuasa saat itu. Mungkin seperti Amerika Serikat atau Israel saat ini. Akhir dari kisah perang Khandaq tersebut atas pertolongan Allah Swt., kaum muslimin memenangi peperangan tanpa pertempuran fisik yang berarti.
Sahabat, orang yang biasa-biasa saja ketika menghadapi situasi sulit, baik berupa ujian, musibah, maupun bencana akan merasa cemas dan menjalaninya dengan ratapan penderitaan yang berkepanjangan. Saking cemasnya, yang terjadi adalah kesulitan seolah makin bertambah besar dan semakin tak bisa diatasi. Sebaliknya, kekuatan diri untuk melawan kondisi yang ada dan bangkit dari keterpurukan semakin kecil dan lama-lama menghilang. Pada titik akhir, mereka menyerah pada keadaan dan kalah dengan kondisi yang mereka alami.
Berbeda dengan orang yang luar biasa, mereka mampu mengubah kondisi sulit menjadi titik balik kebangkitan. Penderitaan yang mereka hadapi mampu menjadi inspirasi munculnya kekuatan untuk bertahan dan melawan keadaan. Kondisi tertekan justru memancarkan “the power of kepepet” sehingga menjadikan dirinya semakin berkualitas dan bertambah cerdas menghadapi situasi-situasi sulit berikutnya.
Kisah perang Khandaq menginspirasi kita untuk berusaha bertahan dalam kondisi sulit. Bukan hanya itu, bahkan mampu mengubah penderitaan jadi sumber energi untuk membangun impian-impian besar yang baru. Dalam kondisi darurat, Rasulullah justru menyerukan impiannya, suatu saat Romawi dan Persi akan terkusai. Padahal secara manusiawi, menaklukan Romawi dan Persi sebagai negara adikuasa saat itu merupakan “mission imposible”. Tapi dengan seruan beliau tersebut, para sahabat semakin yakin bahwa suatu saat Romawi dan Persi akan jatuh ke pangkuan Islam.
Hal itu benar-benar terjadi, hanya butuh waktu 14 tahun pada masa khalifah Umar bin Khattab Persi jatuh ke pangkuan Islam. Romawi akhirnya juga jatuh ke pangkuan Islam walaupun butuh waktu lama, sekitar 836 tahun. Romawi takluk dalam misi pasukan muslimin di bawah komando Muhammad Al-Fatih, yang kisah perjuangannya telah menggemparkan dunia sampai saat ini. Walau secara spiritual tentu keberhasilan ini karena Allah Swt. yang telah memberi pertolongan, namun secara manusiawi keberhasilan ini atas seruan motivasi impian Rasulullah yang inspiratif.
Sahabat, sepanjang perjalanan hidup manusia pasti akan diwarnai situasi suka maupun duka, perasaan damai maupun cemas. Tak ada manusia yang terhindar dari kesulitan yang bisa berwujud ujian, musibah, ataupun bencana.
Setiap kisah kehidupan manusia pastinya akan terdapat penggalan cerita penderitaan atau kesedihan. Sebagaimana kisah tentang dampak pandemi Covid-19 yang berkepanjangan sampai saat ini. Yang membedakan antara manusia satu dengan yang lainnya adalah bagimana cara menyikapi situasi-situasi tersebut.
Ada tiga syarat utama agar kita mampu mengubah bencana berbalik menjadi karunia, musibah menjadi berkah, dan situasi cemas membuat diri makin berkualitas, yaitu:
Pertama, introspeksi diri (muhasabah). Sebagai manusia biasa sudah pasti kita melakukan banyak sekali dosa dan kekhilafan.
Bisa jadi kesulitan yang dikirim Allah adalah untuk menghentak jiwa-jiwa yang lalai dan terbius pelukan kemaksiatan yang terus menerus dilakukan. Karena Allah mencintai kita, Allah menginginkan kita kembali pada jalan lurus keimanan.
Introspeksi diri akan berbuahkan taubat dan akan kembali mendekatkan seorang hamba dengan Rabb-Nya. Kedekatan pada Allah inilah yang akan menyuplai energi baru untuk segera bangkit dari situasi sulit.
Kedua, mintalah pertolongan kepada Allah Swt. Karena Dialah satu-satunya penolong sejati. Tiada kekuatan apapun yang dapat menandingi kekuatan pertolongan Allah Swt. Maka dengan prinsip kepada Allah kita beribadah, dan kepada-Nya pula kita memohon pertolongan, setiap kesulitan yang dihadapi insyaAllah akan segera berlalu.
Ketiga, bekerja keras. Tiada hal lain setelah kita memasrahkan sepenuhnya pada Sang Khalik kecuali bekerja keras, bekerja keras, dan bekerja keras. Karena dengan kesungguhan amal dan kerja keras akan membawa pada jalan keluar yang makin cerah. Bukan hanya kebangkitan yang akan segera terwujud, bahkan kita akan menjadi pribadi yang lebih berkualitas dan unggul karena telah melewati berbagai rintangan kehidupan. Wallahua’lam bisshowab.[]
Redaktur: Ni’mah Maimunah