Cegah Darurat Moral, Dewan Dakwah Kirim Ratusan Guru Ngaji ke Pelosok Negeri
Menjadi Ibu Idaman di Akhir Zaman
Oleh: Muhammad Riezky Pradana, Lc., MHI.
NidaulQuran.id | Ibu adalah jantungnya keluarga. Ibu yang hebat akan melahirkan anak yang hebat. Jika ibu tidak hebat, mungkin memang bisa menghasilkan anak yang hebat tapi probabilitas keberhasilannya sangat kecil. Maka menjadi ibu hebat adalah sesuatu yang harus diupayakan oleh setiap ibu.
Oleh sebab itu, menjadi ibu bukan pekerjaan asal-asalan. Butuh ilmu dan mental baja untuk membersamai anak di setiap masa tumbuh kembangnya. Tak dipungkiri, dalam prosesnya, pasti begitu banyak ujian yang menerpa. Lebih-lebih di akhir zaman ini, saat beragam kerusakan dan fitnah bertebaran di atas muka bumi. Dan bukan tak mungkin anak-anak kita terkena imbasnya.
Lantas bagaimana menjadi seorang ibu yang hebat di zaman yang penuh fitnah seperti sekarang?
Tidak terbawa arus liberalisasi adalah salah satu tips agar di zaman now kita menjadi ibu yang hebat. Paham liberal telah merusak tatanan kehidupan, termasuk merusak perempuan sebagai tiang negara. Sangat berbahaya jika seorang perempuan terkena virus liberalisme (paham kebebasan).
Maka ketika mereka mendidik anaknya pun juga akan terwarnai oleh virus liberalisme. Misal membiarkan anak perempuannya tidak menutup aurat dengan alasan ingin membebaskan putrinya dalam menentukan pilihan hidupnya. Membiarkan anaknya pacaran. Sebagai seorang istri, ketika terkena virus liberal ia tidak mau patuh dengan suaminya. Alasannya, hak kebebasan.
Selain itu, saat ini paham kesetaraan gender pun sedang marak digaungkan oleh para aktivis perempuan. Paham ini menuntut kesetaraan secara penuh antara laki-laki dan perempuan. Oleh karena iu, sebagai konsekuensi dari paham ini mereka banyak menentang nash-nash syar’i baik dari Al-Qur’an maupun Sunnah karena menurut mereka mengandung sikap diskrimimatif terhadap perempuan.
Syariat Islam adalah syariat yang sempurna dan adil, yaitu tidak membeda-bedakan suatu hal yang sama. Lebih dari itu tidak menyamakan sesuatu yang sudah semestinya berbeda.
Suatu hari Asma binti Yazid al-Anshariyah menghadap Nabi saw yang tengah berada di antara sahabatnya, lalu berkata: “Demi Allah yang jadikan ayah dan ibuku sebagai tebusanmu wahai Rasulullah, aku adalah perwakilan seluruh muslimah. Tiada satu pun di antara mereka saat ini kecuali berpikiran sama dengan aku. Sungguh Allah telah mengutusmu kepada kaum laki-laki dan perempuan, lalu kami beriman dan mengikutimu. Kami kaum hawa terbatas aktivitasnya, menunggui rumah kalian para suami, dan mengandung anak-anak kalian. Sementara kalian kaum lelaki dilebihkan atas kami dengan shalat berjama’ah, shalat Jum’at, menengok orang sakit, mengantar jenazah, bisa haji berulang-ulang, dan berjihad di jalan Allah. Pada saat kalian haji,umrah, atau berjihad, kami yang menjaga harta kalian, menjahit baju kalian, dan mendidik anak-anak kalian. Mengapa kami tidak bisa menyertai kalian dalam semua kebaikan itu?”
Rasul menoleh kepada para sahabatnya dan berkata, “Tidakkah kalian dengar ucapan perempuan yang bertanya tentang agamanya lebih baik dari Asma?” Tidak wahai rasul. Beliau lalu bersabda: “Kembalilah wahai Asma dan beritahukan kaummu bahwa melayani suami kalian, meminta keridhaannya, dan menyertainya kemana pun ia pergi pahalanya setara dengan apa yang kalian tuntut.” Asma lalu keluar seraya bertahlil dan bertakbir kegirangan. (Ma’rifat Ash-Shahabah vol 22/420)
Hal ini senada dengan hadis Nabi yang lain yaitu: “Jika seorang wanita menunaikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya; niscaya akan dikatakan padanya: “Masuklah ke dalam surga dari pintu manapun yang kau mau.” (HR. Ahmad dari Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu’anhu dan dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albany).
Dari kisah di atas bisa kita ketahui bahwa sebenarnya tuntutan kesetaraan perempuan dengan laki-laki sudah pernah disuarakan kaum perempuan sejak zaman rasul. Bedanya dahulu posisi teologis perempuan dalam Islam sudah jelas, tuntas dan gamblang, lalu diterima dengan ikhlas dan penuh keridhaan, karena mereka yakin semua yang datang dari Allah dan rasul-Nya pastilah untuk kebaikan umat manusia, tetapi sekarang malah justru digugat, dikaburkan bahkan hendak dirombak total.
Oleh karena itu seorang ibu harus menanamkan anak-anaknya dengan akidah Islam yang kokoh sejak dini. Mengajarkan bahwa sejatinya kita adalah seorang makhluk yang diciptakan oleh Sang Khaliq hanya untuk menghamba. Hingga tercipta kecintaan yang mengakar di dalam jiwa anak-anak kita pada Rabb-Nya. Sehingga ia akan takut berbuat maksiat dan rindu akan jannah-Nya.
Selain itu, seorang ibu juga wajib mengajarkan perkara syariat kepada anak-anaknya, sebagai konsekuensi imannya kepada Allah dan rasul-Nya. Karena seorang muslim sejatinya harus taat pada semua perintah Allah dan rasul-Nya sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Asma di atas.
Mengkaji Islam secara mendalam adalah modal yang amat penting saat ini khususnya bagi seorang ibu. Bagaimana dia akan menjadi madrasah terbaik bagi anak-anaknya sedang dia sendiri tak memiliki ilmu? Bagaimana dia akan menyelamatkan akidah anak-anaknya dari serangan virus-virus sesat yang semakin menggila saat ini.
Dengan mengkaji Islam ia akan tahu mana yang sesuai dengan Islam dan mana yang bukan berasal dari pemikiran Islam. Dengan rajin mengkaji Islam juga akan menuntunnya menjadi ibu yang memiliki kepedulian besar terhadap keluarga. Yakni kita akan dituntun untuk menemukan inspirasi ayat dalam membangun visi-misi keluarga yakni surah At-Tahrim ayat 6: “Hai orang-orang yang beriman, lindungilah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
Seorang ibu idaman tidak hanya bertugas melahirkan, memberi makan, dan menyekolahkan anak hingga mencapai pendidikan tertinggi. Namun demikian, ia mempunyai visi dan misi yang sangat agung yaitu mendidik anak-anaknya agar menjadi ahli surga serta melindungi keluarganya dari ancaman api neraka.
Menjadi ibu berkualitas di akhir zaman memang membutuhkan kerja keras dan kekonsistenan. Jangan mudah goyah oleh godaan dunia yang seringkali menipu. Tidak silau dengan gaya hidup masyarakat Barat yang saat ini sangat digandrungi oleh mayoritas kaum muslimin karena dianggap sebagai simbol kemajuan dan modern meskipun banyak yang bertentangan dengan syariat Islam.
Oleh sebab itu, setiap ibu wajib untuk terus belajar, mengkaji Islam sebagai bekal terbaik untuk mendidik anak menjadi generasi terbaik di masa depan. Setiap ibu juga harus memiliki komunitas shalihah yang dapat memberinya energi untuk terus berada di koridor syar’i dalam mendidik anak. Dengan demikian maka kerinduan kita akan munculnya generasi hebat macam Salahuddin Al-Ayyubi dan Muhammad Al-Fatih akan segera terobati. Wallahul Muwaffiq.[]