The Power of Habitus

 The Power of Habitus

Source: Unsplash.com

NidaulQuran.id | Istilah habitus merujuk pada salah satu teori ilmu sosial tentang adanya praktik sosial yang dikemukakan oleh salah satu ahli sosiologi dari Perancis bernama Pierre Bourdieu. Dalam teori tersebut, ia merumuskan praktik sosial= (habitus X modal) + arena. Menurut Bourdieu praktik sosial adalah hasil dari relasi habitus sebagai produk sejarah dan arena. Pada arena tersebut terdapat pertaruhan, kekuatan-kekuatan, dan orang yang memiliki modal ataupun tidak. 

Dalam pemikiran Bourdieu, modal bukan semata-mata dari kemampuan ekonomi seseorang. Modal bisa dari keadaan lingkungan sosial, kebudayaan, dan simbolis tentang kesan-kesan yang dibentuk untuk mengarahkan perspektif orang lain terhadap pribadinya. Habitus yang termaktub pada tulisan ini adalah suatu kebiasaan yang dilakukan secara terus-menerus dan sudah melekat erat dalam tubuh seseorang. 

Suatu habits atau habitus bisa dibangun dan dibentuk. Habits bisa menjadi sebuah candu yang memiliki zat adiktif sehingga membuat seseorang ingin dan akan terus melakukannya. Apapun aktivitasnya, jika sudah melekat erat dan menjadi budaya, maka akan membentuk suatu akhlak pada individu tersebut. 

Akhlak di sini berawal dari perbuatan yang dilakukan berulang kali atas dasar kebimbangan. Semisal, seorang perokok yang awal mulanya memiliki perasaan bimbang dalam memutuskan antara merokok atau tidak, tetapi akhirnya dia memilih untuk merokok. Dia melakukannya secara berulang-ulang dalam kurun waktu tertentu. Alhasil, orang tersebut terbiasa merokok tanpa berpikir panjang dan tidak bimbang lagi. 

Dalam tulisan ini, penulis tidak membahas tentang hukum merokok dalam sudut pandang fikih Islam. Melainkan ingin mengajak pembaca melihat bahwa kegiatan tersebut dilakukan atas dasar habits, suatu kebiasaan. 

Begitupun ketika dihadapkan dengan kegiatan yang mengarahkan ke aktivitas praktik-praktik keagamaan. Suatu praktik keagamaan bisa terbentuk dengan adanya nilai dan norma  yang bersifat abstrak maupun tidak. Dalam agama Islam, segala bentuk perbuatan dan aktivitas manusia telah diatur sedemikian rupa. Semua tersusun rapi dalam Al-Qur’an maupun Hadis, sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan.

Habits pada kegiatan keagamaan tentu saja lambat laun menjadi suatu nilai dan norma yang melekat erat pada diri seseorang. Terlebih jika dia menemukan kegiatan keagamaan selepas mengalami guncangan dalam hidupnya. Pasti orang tersebut menjadi lebih khusyuk mengekspresikan segala curahan hati. Hal ini disebut juga dengan hidayah yang menjadikan diri lebih giat  dalam mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Akhlak seorang muslim terlihat dari kesesuaian antara aktivitas dan kaidah dalam agama Islam sendiri. Akhlak seseorang bisa dibentuk. Lantas, bagaimana strategi membentuk dan membangun suatu akhlak? Jawabannya sudah tentu dengan membangun habits atau kebiasaan yang dilakukan secara terus-menerus. Sehingga ketika seseorang melakukan praktik-praktik agama Islam (semisal: shalat, sedekah, infak, puasa, kurban, tadabur dan sebagainya) secara refleks dan spontan, tidak lagi melalui pemikiran dan pertimbangan dalam jangka waktu tertentu.

Oleh karena itu, suatu aktivitas atau kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang akan menciptakan suatu tradisi tersendiri. Dan tradisi bisa menjadi pemicu terbentuknya akhlak seseorang. Semoga akhlak kita senantiasa terjaga dan tetap konsisten (istiqomah) dalam menjalani setiap aktivitas keagamaan sesuai jalan yang diridhai Allah Swt. Amin. Wallahu a’lam.[]

Redaktur: Ni’mah Maimunah

Jatmiko Suryo Gumilang, M.Sos

Jatmiko Suryo Gumilang, M.Sos

Peminat Kajian Ilmu Sosial

Klik
Konsultasi Syari'ah
Assalamualaikum, ingin konsultasi syariah di sini? Klik bawah ini