Mendidik Generasi Penegak Shalat

 Mendidik Generasi Penegak Shalat

Source: unsplash.com

وَأْمُرْ اَهْلَكَ بِالصَّلٰوةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَاۗ لَا نَسْـَٔلُكَ رِزْقًاۗ نَحْنُ نَرْزُقُكَۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوٰى – ١٣٢

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki darimu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan kesudahan yang baik itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS. Thaha: 132).

Imam Al-Qurthubi berkata terkait ayat di atas, “Allah memerintahkan Nabi untuk menyeru keluarganya menegakkan shalat dan menunaikannya bersama mereka, bersabar dan komitmen dengannya. Seruan ini ditujukan kepada Nabi, secara umum mencakup semua umatnya dan secara khusus untuk keluarganya.” (Al-Jâmi’ Li Ahkâmil Qur’ân: 11/263).

Baca juga: Al-Qur’an Diturunkan Bukan untuk Membuat Kita Susah

Pada ayat di atas meski yang menjadi objek perintah adalah Rasulullah Saw, tetapi juga berlaku atas seluruh umatnya. Karena para ulama sepakat bahwa apa-apa yang diperintahkan kepada Beliau, secara otomatis juga diperintahkan kepada umatnya, kecuali jika ada dalil yang menunjukkan pengkhususan. Selain Rasulullah, perhatian untuk mendidik anak agar menegakkan shalat ini juga keteladanan dari figur-figur orang tua terbaik yang tersebut dalam Al-Qur’an, seperti Nabi Ismail (Q.S. Maryam: 55) dan Luqman Al-Hakim (Q.S. Luqmân: 17).

Mengapa shalat menjadi kurikulum terpenting dalam pendidikan anak kita? Karena shalat adalah rukun dan tiang agama mereka semua.  Barang siapa yang menegakkannya, maka ia telah menegakkan agama. Shalat juga merupakan barometer baiknya amalan yang lain. Rasulullah bersabda, “Yang pertama kali dihisab dari seorang hamba di hari kiamat adalah shalatnya. Jika shalatnya baik, maka baiklah semua amalannya. Jika shalatnya rusak, maka rusaklah semua amalannya.” (HR. Nasa’i).

Shalat juga menjadi pagar penjaga anak kita dari perbuatan keji dan mungkar, yang hari ini begitu merajalela dimana-mana, bahkan mulai dianggap biasa. Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar” (QS. Al-‘Ankabut: ). Terkait mendidik anak untuk menegakkan shalat, ada beberapa hal yang penting untuk diperhatikan oleh para orang tua atau pendidik:

Pertama, dalam ayat tersebut Al-Qur’an menggunakan kata “ishthabir”, dan tidak menggunakan kata “ishbir”. Tambahan huruf “thaa” di sini sebagai penekanan dan memberi makna kesabaran yang lebih. Bahkan sebagian ulama menyebutnya sebagai ujung kesabaran. Karena menegakkan shalat itu tidak ringan. Allah Ta’ala berfirman, “Dan sungguh shalat itu sesuatu yang berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (QS. Al-Baqarah: 45).

Kedua, kesabaran yang paling ujung itu diperlukan bukan hanya dalam menunaikan shalat, tetapi juga dalam mendidik dan mengingatkan anak-anak untuk selalu menegakkannya. Saat mereka lalai, tak boleh ada emosi dan kekerasan yang muncul, karena itu hanya akan menyisakan trauma bagi anak-anak hingga mereka tumbuh dewasa. Jangan sampai mereka jadi membenci shalat gara-gara sikap kita yang salah.

Ketiga, Rasulullah memang menyuruh kita memukul anak-anak usia 10 tahun yang tidak mau menunaikan shalat. Tetapi dalam memukul anak ada ketentuannya, yaitu: tidak boleh memukul yang melukai dan membekas, tidak boleh dengan benda tajam, tidak boleh memukul anak kecil yang belum aqil dan tidak boleh memukul di bagian tubuh yang mematikan. Bahkan Rasulullah juga pernah mengingatkan tidak boleh memukul lebih dari 10 pukulan (HR. Bukhari).

Keempat, sebelum memasuki marhalah al-hazm (fase ketegasan) pada usia anak 10 tahun, ada marhalah al-amr (fase perintah) yang dimulai pada usia 7 tahun. Rasulullah bersabda, “Perintahkanlah anak-anakmu untuk melaksanakan shalat pada usia 7 tahun dan pukullah mereka (jika meninggalkannya) pada usia 10 tahun, dan pisahkan tempat tidur mereka.” (H.R. Ahmad & Abu Dawud).

Kelima, sebelum memasuki dua fase krusial itu, para orang tua sudah harus melakukan At-Ta’lîm wat Tafhim (mengajarkan dan memahamkan), yang mencakup setidaknya cara shalat yang benar, adab-adabnya, serta urgensi dan keutamaanya. Semuanya ini sudah harus tuntas sebelum usia 7 tahun.

Baca juga: Mendidik Anak secara Bertahap

Keenam, akan lebih efektif jika sebelum itu didahului dengan proses at-tahbîb (membuat anak suka shalat), baik dengan uslub ats-tsawab (memberi hadiah jika ia mau shalat) atau dengan uslub al-mumarasah (membiasakan dan mengajaknya shalat, baik di rumah atau di masjid).

Ketujuh, penerapan semua hal di atas, tidak akan bermanfaat banyak jika tidak ada contoh keteladanan dari orang tua (uslub al-qudwah). Maka para ayah harus bisa mencontohkan kedisiplinan shalat berjamaah ke masjid dan para ibu mencontohkan shalat tepat waktu meskipun di rumah. Segitiga saling menguatkan antara ayah, ibu dan anak harus terjalin.

Kedelapan, tantangan terbesar lain dalam mendidik anak menegakkan shalat adalah kesibukan orang tua. Terutama kesibukan mencari nafkah. Maka dalam ayat di atas Allah Ta’ala mengingatkan kita, Kami tidak meminta rezeki darimu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan kesudahan yang baik (dunia-akhirat) itu adalah bagi orang yang bertakwa.

Kesembilan, bagaimanapun keberhasilan mendidik generasi penegak shalat adalah taufik dari Allah Ta’ala, maka kita harus berdoa dan meminta hal itu kepada-Nya. Sebagaimana Nabi Ibrahim yang berdoa, Ya Allah jadikanlah aku dan keturunanku orang yang menegakkan shalat.” (QS. Ibrahim: 40).[]

Redaktur: Ni’mah Maimunah

Dr. Hakimuddin Salim, Lc., MA.

Dr. Hakimuddin Salim, Lc., MA.

Pakar Pendidikan Islam | Alumni Universitas Islam Madinah | Direktur PPTQ Ibnu Abbas

Klik
Konsultasi Syari'ah
Assalamualaikum, ingin konsultasi syariah di sini? Klik bawah ini