Puasa Syawal Menjadi Lebih Mudah

nidaulquran.id-Selepas puasa Ramadhan, di hari raya Idul Fitri kaum muslimin kembali kepada kebiasaan semula, makan dan minum layaknya sebelum Ramadhan.
Di awal-awal bulan Syawal, masyarakat Muslim masih dalam suasana suka cita berlebaran, saling berkunjung, saling berbagi hadiah, aneka makanan pun tersaji di rumah-rumah. Perayaan suka cita ini hendaknya tidak melalaikan dengan melanggar batas syariah, atau melenakan sehingga melewatkan satu amalan sunah di bulan ini, yakni puasa Syawal.
Salah satu penanda diterimanya puasa Ramadhan (maqbul) adalah tersambungnya kebaikan-kebaikan di bulan Ramadhan dengan setelahnya, seperti dikuti Imam Ibnu Rajab dari salaf.
إن من ثواب الحسنة الحسنة بعدها، وإن من عقاب السيئة السيئة بعدها
Sebagaimana terekam dalam riwayat Imam Muslim, puasa enam hari Syawal setara dengan puasa setahun.
Praktik terbaik puasa Syawal (afdhol) berdasar kesimpulan Imam Syafi’i, dengan menyambung puasa pada tanggal 2 Syawal, tepat sehari setelah Idul Fitri, selama enam hari berturut-turut tanpa jeda. Cara terbaik ini sering kali dipraktekkan ibu, bapak, kakek atau nenek kita, mereka yang secara “lelaku ibadah” lebih mapan.
Di sisi lain, kesempatan dan waktu luang setiap orang berbeda, sehingga tidak setiap muslim mampu melaksanakan sunah dengan cara terbaik. Meski demikian tidak lantas kesempatan itu hilang, karena di samping cara terbaik, masih ada cara yang juga baik.
Meski bukan yg terbaik secara teks madzhab, bisa jadi terbaik berdasar kondisi subjektif setiap orang.
Puasa Syawal termasuk model ibadah muassa’, yaitu ibadah yang rentang waktu pengerjaannya panjang.
Lantaran itu, setiap muslim memiliki keleluasaan memilih waktu yang sesuai dengan kondisinya. Ia dapat mengerjakannya di awal, di tengah, atau di akhir bulan Syawal. Berbeda dengan puasa Ramadhan yang tergolong mudhoyyaq مضيق, yakni ibadah yang hanya disediakan satu waktu.
Cara yang baik setelah cara afdal yaitu dengan mengerjakannya di pekan kedua secara terus-menerus selama enam hari.
Cara baik lainnya dengan menunaikan puasa secara bertahap, dengan menyicil setiap pekan tiga hari, yang akan selesai selama dua pekan.
Jika cara ini dirasa berat, ia dapat menyicil setiap pekan sebanyak dua hari, yang akan selesai selama tiga pekan.
Jika dirasa masih berat juga, terakhir ia dapat mengerjakan puasa dengan cara apapun, selama masih di bulan Syawal sebanyak enam hari.
Tata laksana di atas sesuai dengan standar fiqih Syafi’i, sebagaimana dinyatakan Syaikh Baijuri :
والأفضل صومها متصلة بيوم العيد متتابعة وإن حصلت السنة بصومها غير متصلة به وغير متتابعة بل متفرقة في جميع الشهر
“Yang lebih afdhal, puasa Syawal dilakukan muttashil, langsung setelah sehari setelah shalat ied (2 Syawal). Puasa tersebut juga afdhalnya dilakukan mutatabi’ah, yaitu berturut-turut. Walaupun jika puasa tersebut dilakukan tidak dari 2 Syawal (tidak muttashil), juga tidak dilakukan berturut-turut (tidak mutatabi’ah), tetap dapat ganjaran puasa setahun.”
Wallohu a’lam