Ujian Akhir Zaman: Lindungi Keluarga dari Pengaruh Buruk Konten Digital

Allahuyarham KH. Muhammad Muinudinillah Basri
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ (6)
“Wahai orang orang beriman jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka, bahan bakarnya manusia dan batu, padanya Malaikat yang kasar dan keras mereka tidak durhaka kepada Allah apa yang Dia perintahkan mereka dan melakukan apa yang mereka diperintahkan.” (QS. At–Tahrim ayat: 6)
Potensi manusia masuk neraka besar sekali. Oleh karena itu, perlu penjagaan diri dan keluarga (anak dan istri) dengan kewaspadaan tinggi. Terlebih di era keterbukaan informasi dan kemajuan teknologi, orang (anak hingga dewasa) lewat ponsel pintar dapat mengakses segala bentuk kemaksiatan dengan mudah.
Berapa banyak perbuatan tindak pidana yang besar dikarenakan akses film, cerita, gambar dari ponsel pintar, hingga TV? Yang memang digunakan oleh musuh-musuh Islam untuk memalingkan kaum muslimin dari Al-Qur’an dan Islam.
Mereka (musuh Islam) berkata kepada sekutu-sekutunya: “Janganlah kalian mendengarkan Al-Qur’an ini dan senda guraulah padanya, mudah-mudahan kalian menang mengalahkan (orang Islam)”.
Di zaman awal Islam, Allah SWTmenguji kaum muslimin dengan adanya binatang buruan yang dengan mudah ditangkap dengan tangan. Kemudian berburu dilarang keras, sehingga bila melanggarnya berakibat berat.
Bani Israil yang dilarang berburu pada hari Sabtu, sedangkan saat itu ikan-ikan bermunculan kepermukaan dan mudah ditangkap. Namun dengan menangkapnya berakibat laknat dan hukuman dijadikan kera.
Sekarang kita mengetahui bahwa informasi pintu masuk kesempatan berbuat maksiat. Pemasaran segala bentuk tindak pidana yang dipropagandakan dengan bungkus dan bingkai indah yang sangat menipu.
Era ini tanpa disadari orang tua, anak-anak dan remaja dengan ponsel pintar disajikan pacaran, zina, LGBT, pemikiran sesat kebatinan, sekuler, syiah, narkoba, judi, pembunuhan, dan pemerkosaan dengan begitu mudahnya. Maka dari itu, bisa saja jiwa, pikiran, dan pribadi anak dihancurkan beberapa menit atau detik, ketika racun itu masuk ke diri mereka.
Semua sadar, bahwa kehidupan manusia pada semua umur anak-anak, remaja, orang tua, kakek, dan nenek berubah gara-gara adanya ponsel pintar. Oleh sebab itu, keikhlasan pun rusak hingga munculnya pikiran rusak.
Hal ini juga melanda sebagian besar orang tua seperti kasus zina dan perselingkuhan, karena sarana informasi yang maju.
Keterbukaan dan kemajuan teknologi informasi bagai pisau dengan dua sisi mata uang. Kalau kemajuan itu digunakan untuk kebaikan, akan membawa kebaikan. Sebaliknya, kalau digunakan untuk kerusakan dan itu yang dominan akan membawa kerusakan yang merata.
Membendung informasi mustahil, maka manhajnya adalah ilmu dan ketangkasan dalam menggunakan informasi. Selain itu juga diperlukan motivasi takwa dan nilai iman kepada Allah dan hari akhir.
Oleh sebab itu, orang tua wajib menanamkan nilai iman, ihsan, dan takwa dalam diri anak. Mereka juga perlu ditanamkan nilai semangat dalam dakwah dan permusuhan kepada segala bentuk kemunkaran dan kemaksiatan.
Kemudian pendidikan iman yang melahirkan cinta kepada Allah dan Islam serta benci kepada kekufuran dan segala bentuk kemaksiatan. Dengan begitu, anak akan dapat mengontrol dirinya.
Interaksi edukatif yang efektif antara anak dengan orang tua harus dibangun. Sehingga anak dengan senang bertanya kepada orang tua setiap menemukan keganjilan dalam informasi. Orang tua juga perlu melakukan pendampingan dan monitoring kepada anak dalam akses informasi.
Oleh karena itu, orang tua harus memposisikan diri untuk menjadi guru sekaligus teman sebagai tempat curhat bagi anak anaknya. Hal itu diperlukan dalam penanaman misi hidup untuk dakwah dan jihad.
Selain itu, bimbingan untuk selalu mengakses informasi yang bermanfaaat dan menyibukkan diri dalam menyebarkan dakwah Islam melalui sarana informasi. Sehingga demikian, anak merasakan kemenangan mulia pada pertarungan nilai dalam dirinya dengan memihak kepada kebenaran. [Ed: Riki Purnomo]