Merajut Asa Meraih Keridhaan

Source: unsplash.com
NidaulQuran.id | Sepenggal dialog senja antara seorang dokter muda spesialis jantung dengan seorang kakek nan bijak.
“Wah Pak tak terasa ini saya sebentar lagi sudah sampai stasiun tujuan saya, terima kasih ya Pak atas obrolan kita barusan, sangat mengingatkan saya akan hakikat hidup di dunia ini.” kata dokter Arman.
“Ah, Nak dokter berlebihan sekali,” kata pak Abid.
“Sungguh Pak, saya sangat bersyukur bertemu dengan Bapak, doakan ya Pak saya menjadi hamba yang bertakwa serta istikamah sampai akhir hayat.” tambah dokter Arman.
“Insya Allah Nak, doakan pula ya Nak Bapak bisa menjadi dokter spesialis jantung sepertimu.” kata pak Abid sambil tersenyum penuh makna.
“Eh, ehm iya Pak.” jawab dokter Arman penuh keraguan.
Perbincangan pun berakhir dengan meninggalkan seribu penasaran di benak dokter Arman. Pertanyaan yang memaksanya merenung panjang untuk memuaskan akalnya. Mengapa dengan mudahnya beliau meminta didoakan agar menjadi dokter yang tentu butuh pengorbanan luar biasa? Tanpa bermaksud merendahkan, sepertinya tidak mudah bagi pak Abid untuk mewujudkan keinginannya itu. Bagaimana bisa?!
Dialog antara pak Abid dan dokter Arman mungkin juga menyisakan rasa penasaran dan heran di benak kita. Pesan Apa yang sebenarnya ingin pak Abid sampaikan kepada dokter muda spesialis jantung tersebut.
Baca juga: Punya Ambisi, Boleh Nggak Sih?
Semua dari kita tentu memiliki harapan, cita-cita yang ingin diraih dalam hidup ini. Harapan adalah energi seseorang untuk terus bergerak, mengusahakan apa yang ia cita-citakan. Allah, Sang Maha Pencipta pun selalu menumbuhkan harapan manusia dengan dikabarkan adanya kehidupan akhirat yang abadi.
Allah mendorong manusia untuk fastabiqul khairat, berlomba-lomba dalam kebaikan. Berlomba dengan siapa? Berlomba dengan hamba Allah yang lain. Ketika dinampakkan seorang yang tengah gigih mengusahakan kehidupan akhiratnya, bagaimana dengan kita? Dan yang lebih penting adalah berlomba dengan diri sendiri.
Apapun yang seorang muslim lakukan seharusnya sudah lurus muaranya, yaitu keridhaan Allah. Setiap langkah usaha kita sepatutnya kita pertanyakan, Allah ridha tidak dengan ini? Aktivitas apapun itu, karena sejatinya hidup kita adalah suatu penghambaan, peribadahan kepada Allah.
Qul inna sholati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi robbil alamin. Katakan sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam. Petikan ayat tersebut mengandung makna penyerahan total manusia kepada Allah. Sandaran segala kejadian, aktivitas apapun dari manusia hanya diperuntukkan kepada Allah.
Akan tetapi, setan yang sudah mendeklarasikan dirinya untuk terus berusaha menggoda manusia tidak akan pernah tinggal diam. Dia akan selalu membisikkan hal yang akan membuat pandangan perjuangan peribadahan kita begitu terjal dan rasanya tak sanggup kita lalui.
Setan dengan segala daya dan upayanya akan membuat perjuangan kehidupan manusia terasa semakin berat. Dia datang dari sisi kanan kiri depan belakang untuk menjerumuskan manusia. Seorang pencari ilmu terus dibisikkan dengan bayangan berat kepayahan. Pemangku kekuasaan dihiasinya dengan kehormatan, kelimpahan harta, dan kesewenang-wenangan. Pengusaha digodanya dengan perbuatan curang dengan fatamorgana keuntungan melimpah. Akan ada saja usaha setan untuk membengkokkan niat peribadahan manusia.
Sandaran jiwa, itulah fitrah manusia, membutuhkan tuhan untuk disembah dan menyandarkan segala asa. Seseorang akan mendapatkan kekuatan motivasi yang luar biasa dan tak berbatas dari Tuhannya, Allah. Karena Dialah raja dari segala raja, sang maha kuasa atas segala sesuatu termasuk hidup manusia. Segala sesuatu takkan pernah terjadi tanpa seizinNya. Apapun yang Dia lakukan adalah untuk kebaikan manusia.
Apapun kejadiannya adalah bentuk tarbiyah dan ujian dariNya untuk manusia. Tugas kita adalah menerima dan menyelesaikan dengan apa yang Dia dan RasulNya tuntunkan. Sabar dan syukur. Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Bersabar ketika dalam kesusahan dan bersyukur ketika dalam kelapangan, keduanya adalah baik baginya.
Baca juga: Pilihan Terbaik di Persimpangan Tahun
Lamunan dokter Arman nan panjang tetiba tersadarkan oleh guncangan tangan berjari manis di pundaknya.
“Mas, ayo kita pulang. Anak-anak sudah menunggu lama di dalam mobil.” kata Lia, istri tercinta dokter Arman. Istrinyalah yang setiap akhir pekan menjemputnya di stasiun selepas bekerja.
“Oh, iya, baik Sayang.” jawab dokter Arman singkat. Dalam benaknya sungguh spesial hari itu. Tak sabar rasanya ia ingin berbagi cerita dengan belahan jiwanya tersebut.[]
Redaktur: Riki Purnomo