Cegah Darurat Moral, Dewan Dakwah Kirim Ratusan Guru Ngaji ke Pelosok Negeri
Pilihan Terbaik di Persimpangan Tahun
Nidaul Quran | Pilihan idealnya memang cuma satu: menjadi lebih baik. Sebab kalau sama atau menjadi lebih buruk, maka tentu itu menjadi sebuah kerugian. Waktu dan usia semakin habis, sementara diri ini tidak menjadi lebih baik.
Dalam hal ini, orang lain hanya mampu memberi saran. Keputusannya tetap ada pada diri kita mau tetap seperti ini saja, atau ingin menjadi lebih dari sebelumnya. Dan di situlah kita memilih menjadi orang yang beruntung (raabih), menjadi orang yang tertipu (maghbuun), atau orang yang terlaknat (mal’un).
Kalau ditanya, tentu pilihannya adalah orang yang beruntung. Tapi dari pilihan sikap dan perbuatan yang kita lakukan, seakan akan kita memilih menjadi dua identitas terakhir itu. Bisa saja karena masih terbawa godaan nafsu, pengaruh buruk kebiasaan, atau karena tidak tau harus mulai dari mana.
Baca juga: Menanamkan Tauhid adalah yang Pertama dan Utama
Mulai Dari Mana?
Untuk memperbaiki diri, rasanya kita perlu tau tentang sumber keburukan. Sebab bila sumber ini tidak kita kendalikan, maka ia akan terus melahirkan keburukan berikutnya sampai akhirnya kita sendiri yang celaka. Para ulama menyatakan bahwa sumber keburukan itu adalah kejahatan nafsu dan keburukan amal. Itulah sebabnya mengapa dalam khutbahnya, Rasulullah sering mengucapkan “Wa Na’udzu billahi min syuruuri anfusinaa wa min sayyiaati a’maalinaa” Dan kami berlindung kepada Allah dari kejahatan nafsu kami dan keburukan perbuatan kami.
Tentang hal ini, Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyyah menulis dalam kitab Bada’iul Fawaid:
“Oleh karena sumber amal yang buruk adalah kejahatan nafsu yang menghasilkan perbuatan-perbuatan buruk, maka ketika seseorang berlindung dari sumber kejahatan dan kesedihan ini, lalu ia diberikan kesembuhan, maka ia telah diselamatkan dari berbagai bentuk keburukan“
Langkah pertama untuk memperbaiki diri atau taubat kepada Allah dari beragam pelanggaran yang sering kita lakukan. Kita perlu merenung mendalam tentang diri kita, meminta nasehat kepada orang-orang yang shalih, mencatat hal hal yang perlu dibenahi, lalu bergerak sungguh-sungguh memperbaiki diri. InsyaAllah taubat spesifik akan jauh lebih terasa manfaatnya daripada taubat umum. Sisi perbaikan lebih fokus dan terukur.
Tiga Langkah Terbaik
Saya terkesan dengan apa yang disampaikan oleh Syekh Sa’id Hawa dalam bukunya “Tabiyatuna Arruhiyah.” Bahwa dalam rangka memperbaiki hidup harus diawali dari memperbaiki hati dan suluk. Perbaikan ini harus diawali dengan ilmu dan iman. Setelah itu baru disusul dengan langkah-langkah perbaikan yang terukur dan terstruktur. Akan sangat lebih baik apabila dalam proses perbaikan diri ini didampingi oleh seorang mentor yang mampu mengontrol dan mengarahkan ke arah yang lebih baik.
Untuk langkah awal, paling tidak ada tiga langkah penting yang perlu diambil:
Pertama, menyempurnakan ibadah-ibadah wajib dan melengkapi ibadah-ibadah sunnah
Misalnya shalat 5 waktu, sebagai ibadah wajib seorang muslim sehari semalam. Perbaikan hidup bisa kita mulai memperbaiki kualitas shalat kita sehari-hari. Standarnya adalah 5 waktu harus senantiasa di masjid, berjamaah, dan tepat waktu. Lengkap dengan melaksanakan shalat sunnah rawatib yang mengiringinya. Usaha perbaikan shalat ini akan berefek pada banyak hal. Mulai dari memperbaiki manajemen waktu, kualitas kebersihan pribadi, sampai hubungan sosial, dan banyak hal lainnya.
Kedua, menghindarkan diri berlebih-lebihan dalam hal mubah.
Misalnya terlau banyak bermain-main facebook, whatsapp, instagram, dan media sosial lainnya. Sebab gawai berikut fitur dan aplikasi di dalamnya sering melenakan. Membuat lupa waktu dan sering melalaikan kewajiban. Padahal waktu yang kita gunakan untuk bermain gawai itu setara atau bahkan lebih banyak dari waktu yang bisa kita pakai menyelesaikan tugas tugas yang tertunda.
Ketiga, memperbanyak zikir kepada Allah
Zikir adalah suplemen jiwa. Zikir itu yang membuat hati kita kuat. Tanpanya kita akan lemah menghadapi godaan sekecil apapun. Kita bisa membuat standar khusus zikir untuk diri kita sendiri yang akan kita selesaikan. Misalnya tilawah sekian juz, istighfar sekian, shalawat sekian kali, dan seterusnya.
Baca juga: Keberkahan Ilmu Tergantung Adab pada Guru
Empat Pilar Produktivitas
Pada akhirnya, kesuksesan itu diukur seberapa banyak waktu yang kita miliki dibanding seberapa besar produktivitas yang kita hasilkan. Orang-orang produktif itu adalah yang mampu memanfaatkan setiap unit waktunya menjadi unit-unit amal, bahkan bisa melipatgandakannya. Dan itu tentu tidak cukup hanya dengan sekedar membuat jadwal kegiatan. Menurut Stephen Covey, jadwal kegiatan itu akan bermanfaat, ketika ditopang oleh empat hal: goal, planning, prepare, dan consistent.
Goal berarti tujuan yang ingin kita capai baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Ini harus kita tetapkan agar kita tidak gamang dan bimbang di tengah jalan. Setelah itu kita buat langkah-langkah yang kita lakukan untuk mencapai tujuan tadi. Setelah planning itu tentunya adalah aksi dengan segera. Hanya saja untuk keberhasilan aksi itu kita perlu menyiapkan tempat dan juga hati kita. Dan keempat konsisten untuk melakukannya.
Baik. Pilihan terbaik di akhir tahun ini ada di tangan pembaca. Yuk mari memilih untuk menjadi lebih baik.[]
Redaktur: Riki Purnomo